Selasa, 09 April 2013

PUNTADEWA DAN PANCAWALA


Yudhistira/ Puntadewa
Yudistira adalah putera tertua pasangan Pandu dan Kunti. Kitab Mahabharata mengisahkan kutukan yang dialami Pandu setelah membunuh brahmana bernama Resi Kindama tanpa sengaja. Brahmana terkena panah Pandu ketika ia dan istrinya sedang bersenggama dalam wujud sepasang rusa. Menjelang ajalnya tiba, Resi Kindama sempat mengutuk Pandu bahwa kelak ia akan mati ketika mengawini istrinya. Dengan penuh penyesalan, Pandu meninggalkan tahta Ngastina dan memulai hidup sebagai pertapa di hutan demi untuk mengurangi hawa nafsu. Kedua istrinya, yaitu Kunti dan Madrim dengan setia mengikutinya.
Pada suatu hari, Pandu mengutarakan niatnya ingin memiliki anak. Kunti yang menguasai mantra Adityahredaya segera mewujudkan keinginan suaminya itu. Mantra tersebut adalah ilmu pemanggil dewa untuk mendapatkan putera. Dengan menggunakan mantra itu, Kunti berhasil mendatangkan Dewa Dharma dan mendapatkan anugerah putera darinya tanpa melalui persetubuhan. Putera pertama itu diberi nama Yudistira yang lahir melalui ubun-ubun Kunti. Dengan demikian, Yudistira menjadi putera sulung Pandu, sebagai hasil pemberian Dharma, yaitu dewa keadilan dan kebijaksanaan. Sifat Dharma itulah yang kemudian diwarisi oleh Yudistira sepanjang hidupnya. Puntadewa merupakan anak kandung Pandu yang lahir di istana Ngastina. Kedatangan Bhatara Dharma hanya sekadar menolong kelahiran Puntadewa dan memberi restu untuknya. Nama Puntadewa lebih sering dipakai, sedangkan nama Yudistira baru digunakan setelah ia dewasa dan menjadi raja. Puntadewa dilukiskan sebagai seorang manusia berdarah putih, yang merupakan kiasan bahwa ia adalah sosok berhati suci dan selalu menegakkan kebenaran.
Yudistira memiliki senjata antara lain Jamus Kalimasada, Tunggulnaga, dan Robyong Mustikawarih. Kalimasada berupa kitab, sedangkan Tunggulnaga berupa payung. Keduanya menjadi pusaka utama kerajaan Amarta. Kemudian, Robyong Mustikawarih berwujud kalung yang terdapat di dalam kulit Yudistira. Pusaka ini adalah pemberian Gandamana, yaitu patih kerajaan Ngastina pada zaman pemerintahan Pandu. Apabila kesabaran Yudistira sampai pada batasnya, ia pun meraba kalung tersebut dan seketika itu pula ia pun berubah menjadi raksasa besar berkulit putih bersih.
Arjuna memenangkan sayembara di suatu kerajaan memperoleh seorang puteri cantik yang bernama Drupadi, setelah memenangkan sayembara, Arjuna menyerahkan putri itu kepada Puntadewa selaku kakak tertua. Semula Puntadewa menolak, namun setelah didesak oleh ibu dan keempat adiknya, akhirnya ia pun bersedia menikahi Drupadi. Dari perkawinan itu lahir seorang putera bernama Pancawala.
Kematian Yudhistira bersama para Pandawa terjadi bersamaan dengan Kresna ketika mereka bermeditasi di dalam Candi Sekar.

Pancawala

Dalam versi jawa, Raden Pancawala putera Prabu Yudistira dengan Dewi Drupadi. la menjadi anak angkat Raden Wrekudara, karena disebut roman mukanya serupa Wrekudara. Dalam perang Baratayudha ia dibunuh oleh Aswatama pada waktu tidur. Maka ibu Pancawala menangis dengan menyesal, karena kematiannya bukan lantaran perang, sedang waktu itu dalam perang Baratayudha. Nama-nama lain Pancakumara yaitu Pratiwindya, Sutasoma, Srutasena, Satanika, Srutakerti.
Dalam versi asli, Pancawala atau Pancakumara adalah sebutan untuk lima orang putra Dropadi dari hasil perkawinannya dengan Pancapandawa dalam wiracarita Mahabharata. Istilah Pancakumara berasal dari bahasa Sanskerta, yaitu “paƱca” yang bermakna lima dan “kumara” yang bermakna putra.Ketika perang Barathayuda, Aswatama menyusup ke perkemahan pandhawa  membunuh Drestadyumna, pangeran dari Kerajaan Pancala. Ia kemudian menemukan lima orang pria dalam keadaan tertidur. karena mengira kelimanya adalah Pandawa, Aswatama pun langsung membunuh mereka. Ternyata lima orang yang tewas dibunuh Aswatama sewaktu tidur bukan para Pandawa, melainkan Pancakumara.


Tidak ada komentar: